banner 728x90
banner 728x90
Opini

Gerakan salam 5 Jari: Antara Ungkapan Budaya dan Dinamika Pemilu Presiden

×

Gerakan salam 5 Jari: Antara Ungkapan Budaya dan Dinamika Pemilu Presiden

Sebarkan artikel ini
Gerakan salam 5 jari, apakah dianggap sebagai ungkapan kreatif atau politisasi budaya (Foto: Ilustrasi Bolinggo.co)

OPINI- Belakangan ini, muncul sebuah fenomena menarik di tengah-tengah masyarakat Indonesia, terutama menjelang Pemilihan Presiden. Gerakan salam 5 jari, yang sejatinya merupakan ungkapan budaya dalam film terkenal, mendapat sorotan karena dianggap sebagai ajakan memilih Pasangan Calon Presiden dengan nomor urut 02 (Prabowo Subianto Dan Gibran Rakabuming Raka) dan No urut 03 (Ganjar Pranowo dan Mahfud MD) Dalam pandangan banyak pihak, hal ini menimbulkan beragam opini dan pertanyaan mengenai peran budaya dalam dinamika politik.

Gerakan salam 5 jari pertama kali muncul dalam film fiksi dystopia terkenal. Simbol tersebut mencerminkan persatuan dan perlawanan terhadap rezim otoriter. Namun, di era politik modern, simbol ini dianggap memiliki makna baru, terutama karena muncul di tengah-tengah kampanye pemilihan presiden.

Sebagian masyarakat yang mendukung gerakan salam 5 jari menganggapnya sebagai ekspresi kreatif untuk menyuarakan dukungan terhadap pasangan calon tertentu. Mereka berpendapat bahwa setiap simbol memiliki makna yang dapat diartikan berbeda oleh setiap individu, dan ini hanya sebagai ungkapan kebebasan berekspresi.

Seorang warga, menyatakan, “Saya menyukai ide gerakan salam 5 jari karena itu menunjukkan bahwa kami memiliki cara berbeda untuk menyuarakan dukungan kami. Ini semacam menyatukan kita dalam perbedaan.”

Disisi lain, gerakan salam 5 jari juga menimbulkan kontroversi. Beberapa pihak menganggapnya sebagai tindakan politisasi budaya, yang bisa memicu polarisasi di masyarakat. Pertanyaan muncul: apakah simbol budaya seharusnya dihubungkan dengan pilihan politik, ataukah sebaiknya dilepaskan dari ranah politik?

Baca Juga:  Bacalon Bupati Probolinggo Memanas: Antara Harapan, Kontroversi, dan Tantangan Masyarakat

Pakar budaya, Prof. Dr. Iwan Setiawan, berpendapat bahwa keberlanjutan simbol budaya di dunia politik adalah fenomena yang cukup umum. “Budaya seringkali diadaptasi dan diubah maknanya sesuai dengan konteks sosial dan politik saat ini. Namun, perlu diingat bahwa interpretasi setiap individu terhadap simbol dapat bervariasi,” jelasnya.

Beberapa kelompok masyarakat menilai politisasi budaya, seperti gerakan salam 5 jari, sebagai langkah yang potensial memecah belah persatuan. Mereka meminta agar budaya dijaga sebagai warisan bersama yang tidak terkait dengan kepentingan politik tertentu.

Seorang aktivis, abdul wafi , mengungkapkan kekhawatirannya, “Saya khawatir politisasi budaya akan merusak keberagaman dan persatuan kita. Budaya seharusnya menjadi perekat, bukan alat untuk memecah belah.”

Di tengah perdebatan ini, banyak yang menyatakan pentingnya pendidikan politik yang lebih baik untuk masyarakat. Dengan pemahaman yang lebih mendalam mengenai proses politik dan dampaknya, masyarakat dapat lebih bijak dalam menanggapi simbol-simbol budaya yang terlibat dalam arena politik.

Gerakan salam 5 jari, apakah dianggap sebagai ungkapan kreatif atau politisasi budaya, memberikan pandangan menarik mengenai hubungan antara seni, budaya, dan politik. Dalam menghadapi fenomena ini, masyarakat perlu menerapkan pendekatan bijak, menghormati perbedaan pendapat, dan terus memupuk semangat persatuan demi kestabilan demokrasi di Indonesia.