BOLINGGODOTCO,- Dalam peta ekonomi nasional, BUMN perkebunan kerap dipandang sebagai “raksasa hijau” yang menopang industri pangan dan energi nasional.
Di balik hamparan perkebunan kelapa sawit, teh, karet, dan tebu, berdiri PTPN Group, holding besar yang kini menjadi salah satu pengelola aset perkebunan terbesar di Asia Tenggara.
Namun pertanyaan penting pun muncul: apakah BUMN perkebunan benar-benar menguntungkan negara?
Jawabannya: ya, tetapi belum maksimal.
Secara langsung, PTPN Group mencatat laba bersih sekitar Rp5 triliun pada 2023, dengan setoran dividen ke kas negara mendekati Rp1 triliun. Angka ini menunjukkan perbaikan signifikan dibanding periode 2016-2020, ketika banyak entitas PTPN mengalami kerugian akibat tanaman tua dan inefisiensi produksi.
Meski demikian, jika dibandingkan dengan total aset mencapai lebih dari Rp150 triliun, tingkat return on asset (ROA) masih relatif rendah, yakni sekitar 3-4 persen. Artinya, potensi keuntungan dari lahan dan pabrik yang dimiliki belum sepenuhnya dioptimalkan secara produktif.
Di sisi lain, kontribusi tidak langsung BUMN perkebunan justru jauh lebih besar. Ribuan hektare lahan sawit dan tebu menjadi penopang ketahanan pangan dan energi nasional, menyerap lebih dari 100 ribu tenaga kerja langsung, serta mendukung ratusan koperasi dan UMKM di sekitar wilayah operasi.
Reformasi manajemen yang dijalankan pemerintah pada era Presiden Jokowi melalui pembentukan PalmCo, SupportingCo, dan SugarCo merupakan langkah strategis. Tujuannya sederhana namun penting: menjadikan BUMN perkebunan lebih efisien, transparan, dan berorientasi pasar.
Kendati demikian, tantangan tetap membayangi. Mulai dari konflik lahan, fluktuasi harga komoditas global, hingga tuntutan keberlanjutan lingkungan.
Namun, jika tata kelola terus diperbaiki dan hilirisasi berjalan konsisten, BUMN perkebunan berpotensi menjadi sumber devisa hijau yang dapat menopang cita-cita besar Presiden Prabowo Subianto: menjadikan Indonesia mandiri di bidang pangan dan energi.
BUMN perkebunan sejatinya bukan sekadar mesin pencetak uang. Ia adalah penjaga kedaulatan pangan dan pilar ekonomi rakyat, dengan nilai manfaat yang jauh melampaui sekadar angka dalam laporan laba rugi.
Oleh: Mahendra Utama – Pemerhati Pembangunan















