banner 728x90
banner 728x90
Nasional

Sinyal Suksesi di Keraton Yogyakarta, GKR Mangkubumi Makin Didorong Jadi Pewaris Takhta

×

Sinyal Suksesi di Keraton Yogyakarta, GKR Mangkubumi Makin Didorong Jadi Pewaris Takhta

Sebarkan artikel ini
Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X./ Foto: Keraton Jogja

YOGYAKARTA,- Pernyataan terbaru Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X, soal pentingnya partisipasi perempuan dalam regenerasi Keraton, kembali memunculkan spekulasi soal siapa penerus takhta Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Pengamat politik dan pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Dardias, menilai pernyataan itu bukan sekadar wacana biasa, melainkan sinyal kuat menuju suksesi kepemimpinan di Keraton.

Scrol Kebawah Untuk Baca
banner 728x90
ADVERTORIMENT

“Menurut saya, regenerasi yang dimaksud itu spesifik mengarah pada suksesi,” ujar Bayu, dikutip oleh bolinggo.co Rabu (29/10/2025).

Bayu menilai, sejak diterbitkannya Sabda Raja tahun 2015 lalu, Sultan HB X konsisten menyiapkan putri sulungnya, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi, sebagai penerus takhta.

Langkah itu sekaligus menjadi bentuk nyata keinginan Sultan untuk membuka ruang bagi perempuan menjadi pemimpin di lingkungan Keraton.

“Beliau konsisten. Dulu saat saya wawancara tahun 2015, Sultan mengatakan ‘laku lakon’, artinya tergantung yang dipasrahi. Dalam konteks ini jelas mengarah ke GKR Mangkubumi,” jelas Bayu.

Isu Lama yang Kembali Mencuat

Sultan HB X naik takhta pada 7 Maret 1989, menggantikan ayahnya, Sultan HB IX. Namun karena tak memiliki keturunan laki-laki, perbincangan soal siapa penerus takhta terus bergulir hingga kini.

Momentum baru muncul saat Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus kata “istri” dalam UU Keistimewaan DIY, yang sebelumnya dianggap membatasi jabatan gubernur hanya untuk laki-laki. Perubahan ini membuat peluang perempuan untuk menduduki posisi Gubernur sekaligus Sultan menjadi terbuka lebar.

“Jadi sebenarnya tidak ada yang baru dari ucapan Sultan kemarin. Itu penegasan ulang dari pesan yang sudah disampaikan lewat Sabda Raja dan Sabda Tama,” imbuh Bayu.

Baca Juga:  Kementerian Agama Mendatangkan 3.700 Fasilitator Profesional untuk Program Bimbingan Perkawinan

Peran Nyata Putri-Putri Sultan

Menurut Bayu, kiprah GKR Mangkubumi dan saudari-saudarinya di Keraton sudah menunjukkan arah regenerasi yang nyata. Mereka aktif dalam pembaruan berbagai sektor, mulai dari tata kelola budaya hingga administrasi.

Beberapa di antaranya yaitu renovasi Museum Kereta Wahanarata, pendirian Yogyakarta Royal Orchestra (YRO), hingga modernisasi tata naskah paprentahan di lingkungan Keraton.

“Dalam beberapa tahun terakhir, perubahan di Keraton cukup signifikan. Perempuan memegang peran penting dalam revitalisasi budaya,” ungkapnya.

Tantangan Suksesi Perempuan

Meski dukungan publik terhadap GKR Mangkubumi cukup besar, proses menuju takhta bukan tanpa hambatan. Secara hukum, gelar dan nomenklatur GKR Mangkubumi masih harus disesuaikan dengan ketentuan yang diatur dalam UU Keistimewaan DIY.

Selain itu, resistensi dari sebagian pangeran keraton yang masih memegang tradisi patriarki juga menjadi tantangan tersendiri.

“Kalau Gusti Pembayun (GKR Mangkubumi) ingin menggantikan Ngarsa Dalem, maka gelarnya harus sesuai dengan undang-undang agar sah secara adat dan hukum,” kata Bayu.

Dukungan Publik Menguat

Kendati begitu, Bayu melihat dukungan masyarakat Yogyakarta terhadap figur GKR Mangkubumi terus menguat. Sosoknya dinilai cakap, aktif dalam kegiatan publik, dan memiliki karakter kepemimpinan yang kuat seperti sang ayah.

“Isu ini sebenarnya lebih banyak di tingkat elit. Masyarakat Jogja pada umumnya menerima. Mereka melihat GKR Mangkubumi layak melanjutkan peran ayahandanya,” pungkas Bayu.***