banner 728x90
banner 728x90
Lokal Pride

Sejarah Tari Glipang: Sebuah Kebudayaan Melawan Penjajah Belanda di Probolinggo

×

Sejarah Tari Glipang: Sebuah Kebudayaan Melawan Penjajah Belanda di Probolinggo

Sebarkan artikel ini
Tari Glipang menjadi perwujudan perpaduan unsur budaya Islam dan Jawa di Probolinggo. (Foto: InfoPublik)

LOKAL PRIDE – Tari Glipang memaparkan jejak sejarah yang terhubung erat dengan Sari Truno, seorang pemuda Madura yang memutuskan untuk bermigrasi ke Probolinggo pada tahun 1912. Di sana, dia bekerja sebagai mandor tebang tebu di pabrik gula Gending. Terkenal dengan sifat tempramennya dan ketidakmenerimaannya terhadap tindakan sewenang-wenang tentara Belanda terhadap penduduk pribumi, Sari Truno memimpin pembentukan perkumpulan pencak silat bersama warga Desa Pendil.

Walaupun perkumpulan tersebut awalnya dijaga kerahasiaannya, aktivitas mereka akhirnya terungkap, menimbulkan kekhawatiran di pihak Belanda akan potensi ancaman terhadap kekuasaan mereka. Inisiatif Sari Truno muncul dalam bentuk penciptaan musik Gholiban, yang menjadi pengiring pencak silat. Musisi ini menciptakan ilusi seni untuk mengecoh Belanda dan membuat mereka menganggapnya sebagai ekspresi seni semata.

Seiring berjalannya waktu, perkumpulan tersebut tumbuh menjadi kesenian yang diwariskan secara turun temurun. Paguyuban yang terbentuk dalam lingkup ini mengajarkan berbagai ilmu silat kepada generasi penerus, menjadikannya bagian integral dari warisan budaya lokal.

Tari Glipang menjadi perwujudan perpaduan unsur budaya Islam dan Jawa di Probolinggo. Lewat gerakannya yang khas, tarian ini melukiskan kehidupan sehari-hari yang sudah membaur dalam kehidupan masyarakat setempat selama bertahun-tahun. Musik tradisional Glipang mengemban peran utama sebagai pengiring setia dalam setiap pertunjukan tarian ini, memperkaya pengalaman artistiknya.

Baca Juga:  Bibibi Probolinggo: Tradisi Berbagi di Malam Petok Lekoran Ramadan

Meski Tari Glipang identik dengan Kabupaten Probolinggo, seni serupa juga ditemukan di Kabupaten Lumajang, karena keduanya berbatasan langsung di bagian utara. Prinsip perkumpulan Tari Glipang yang terkenal di Lumajang membuka pandangan bahwa tarian ini mungkin berasal dari wilayah tersebut.

Inti Tari Glipang tetap memvisualisasikan gagahnya seorang kesatria yang sedang berlatih, mengakar sebagai representasi tradisional yang relevan dalam berbagai konteks di wilayah ini.

Kesenian ini tumbuh sebagai ungkapan ketidakpuasan terhadap penjajahan Belanda, dengan gerakan patah-patah yang mendominasi sebagai gambaran kebudayaan khas Suku Madura. Peran Sari Truno sebagai tokoh kunci dalam mengembangkan dan memimpin tarian ini menciptakan narasi bersejarah yang kaya dan penuh makna.

Istilah “Glipang” sendiri, yang berasal dari bahasa Arab “Gholiban,” mencerminkan ketidaksetujuan Sari Truno terhadap kebiasaan sewenang-wenang Belanda. Melalui perubahan bertahap dan pengaruh dialek Jawa, istilah ini mengalami transformasi menjadi “Glipang,” yang kemudian dianggap sebagai embrio lahirnya Terbang Gending, menambah dimensi historis pada perkembangan kesenian ini.