PROBOLINGGO,- Suasana pagi di Kota Probolinggo tampak berbeda. Puluhan wisatawan mancanegara (wisman) tampak antusias menjelajahi sejumlah lokasi bersejarah dalam agenda bertajuk “Melewati Probolinggo Heritage”.
Mereka merupakan penumpang kapal pesiar yang berlabuh di Pelabuhan Tanjung Tembaga. Dalam kunjungan singkatnya, para pelancong asing itu diajak menyusuri jejak sejarah dan budaya yang masih terjaga di jantung kota.
Perhentian pertama dimulai di SDK Mater Dei di Jalan Suroyo salah satu sekolah cagar budaya di Kota Probolinggo. Bangunan kolonial yang masih kokoh itu memang kerap menjadi destinasi favorit para wisatawan.
Kepala SDK Mater Dei, Yuliana Widyastuti, mengatakan kunjungan wisman bukan hal baru bagi sekolahnya. “Kami sering menerima tamu dari luar negeri karena bangunan sekolah ini termasuk peninggalan bersejarah. Kali ini, siswa kami juga menampilkan permainan angklung sebagai bentuk perkenalan budaya Indonesia,” ujarnya, Kamis (30/10/2025).
Menariknya, para turis tak hanya menonton, tetapi juga diajak mempelajari cara memainkan angklung secara langsung. Suasana akrab dan penuh tawa pun tampak di halaman sekolah yang dinaungi pepohonan tua itu.
Dari Mater Dei, rombongan berpindah ke Gereja Merah atau GPIB Jemaat Immanuel Probolinggo, yang berdiri megah sejak 1862. Gereja bercat merah bata ini masih aktif digunakan hingga kini, dan menjadi ikon wisata religi di kota pelabuhan tersebut.
Salah satu jemaat gereja, Feni, menuturkan bahwa gereja ini masih menyimpan sejumlah peninggalan zaman kolonial. “Masih ada Alkitab kuno berbahasa Belanda dan peralatan ibadah lama yang asli peninggalan Belanda. Semua masih terawat,” ungkapnya.
Tak jauh dari sana, wisatawan kemudian berkunjung ke Museum Probolinggo. Di tempat ini, menampilkan sejarah kota sekaligus memperkenalkan batik khas Probolinggo hasil karya UMKM lokal.
“Kami ingin mengenalkan sejarah sekaligus potensi ekonomi kreatif daerah. Jadi museum tidak hanya tempat belajar, tapi juga ruang promosi budaya,” jelas Sardi, Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud.
Perjalanan budaya itu ditutup di Kelenteng Tri Dharma Probolinggo, tempat para wisatawan mengenal sisi lain dari keberagaman etnis di kota ini. Mereka diajak melihat arsitektur khas Tionghoa dan simbol-simbol budaya yang masih lestari hingga kini.
Salah satu pemandu wisata, Bram, menyebut Kota Probolinggo punya keunikan tersendiri. “Dalam radius 17 kilometer, kita bisa menemukan beragam budaya dari Hindu di Bromo, Islam di pedesaan, hingga Katolik, Kristen, dan Tionghoa di perkotaan. Semua hidup berdampingan,” ujarnya.***















