YOGYAKARTA,- Suara kritis kembali menggema dari Yogyakarta, kota yang kerap disebut sebagai barometer pergerakan mahasiswa. Kali ini, KOPRI PC PMII Daerah Istimewa Yogyakarta menyoroti kondisi demokrasi Indonesia yang dinilai kian rapuh.
Ketua KOPRI PC PMII DIY, Safira Adha Fadlina, S.Sos., menegaskan bahwa perempuan tidak boleh ditempatkan hanya sebagai pelengkap, melainkan harus hadir di garda depan perjuangan demokrasi.
“Krisis demokrasi tidak boleh dibayar dengan keselamatan rakyat, terlebih perempuan yang paling rentan,” ujarnya, Senin (1/9/2025).
Dalam sikap resminya, KOPRI PC PMII DIY mengumumkan sepuluh poin, antara lain desakan reformasi parlemen, revisi UU Komnas HAM, penghentian proyek sipil oleh TNI, serta dorongan reformasi ekonomi dan ketenagakerjaan berbasis keadilan sosial. Mereka juga menekankan pentingnya menjaga netralitas Pemilu 2025.
Safira menambahkan, perempuan memiliki peran strategis dalam menjaga agar suara rakyat tetap terdengar. “Perempuan adalah kekuatan yang mampu memperluas ruang demokrasi dan memastikan negara tidak abai terhadap keadilan sosial,” tandasnya.