SUMENEP,- Rencana pengembangan tambang migas oleh PT Kangean Energy Indonesia (KEI) di Pulau Kangean memicu gelombang penolakan dari masyarakat.
Protes ini mencuat setelah KEI menggelar sosialisasi survei seismik 3D pada 12 Juni 2025 di Kecamatan Arjasa, yang disebut tidak melibatkan partisipasi penuh masyarakat.
Sosialisasi yang difasilitasi oleh pemerintah kecamatan tersebut dinilai cacat prosedur karena hanya mengundang sebagian warga yang dianggap mewakili masyarakat. Padahal, warga menilai partisipasi tidak bisa diwakilkan.
“Seharusnya semua masyarakat Kangean dilibatkan dalam sosialisasi tersebut atau dilakukan secara terbuka,” tegas peserta yang hadir dalam kegiatan itu.
Lebih dari itu, dalam forum sosialisasi, mayoritas peserta menolak rencana survei seismik 3D, bahkan menuding KEI sengaja menyembunyikan potensi kerusakan lingkungan yang dapat ditimbulkan dari kegiatan eksplorasi migas di wilayah pesisir tersebut.
Menindaklanjuti penolakan itu, Forum Kepulauan Kangean Bersatu (FKKB) menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kecamatan Arjasa, Kangean pada Senin (16/6/2025). Aksi itu diikuti ratusan peserta dari berbagai latar belakang.
Koordinator FKKB, Hasan Basri menegaskan bahwa penolakan itu didasarkan pada kecintaan masyarakat lokal terhadap alam Kangean. Menurutnya, sejak ribuan tahun lalu masyarakat bergantung pada hasil dari tanah yang akan dirusak akibat pertambangan migas itu.
“Kita menolak segala bentuk aktivitas pertambangan di pulau Kangean, masyarakat Kangean sejak lama menggantungkan hidupnya dari hasil tanah yang ditanam sendiri. Alam Kangean tidak bisa dirusak dengan dalih kesejahteraan yang pada ujungkan akan mengancam peradaban masyarakat,” tegas Basri saat menyampaikan orasinya, Senin (16/6/2025).
Sementara itu, Camat Arjasa, Aynizar Sukma menyatakan bahwa pihaknya tidak memiliki wewenang untuk memutuskan terkait rencana aktivitas pertambangan itu. Pasalnya, kendali perizinan dan keputusan berada di pemerintah kabupaten.
“Saya dalam hal ini menyampaikan bahwa pada saat sosialisasi itu, kami pihak kecamatan mendapatkan disposisi untuk memfasilitasi dari Pemerintah Kabupaten. Kami tidak memiliki wewenang untuk memutuskan terkait tuntutan kawan-kawan semua,” ujar Sukma saat diminta menanggapi tuntutan masyarakat.
Untuk diketahui, aksi demonstrasi itu diakhiri dengan penyampain tuntutan penolakan, terdapat tujuh tuntutan yang dilayangkan masyarakat yaitu:
1. Mendesak Camat Arjasa menghentikan segera seluruh survei seismik 3D dan eksplorasi migas di pulau Kangean.
2. Adanya perlindungan hak hidup dan ruang kelola masyarakat lokal, negara wajib menjamin keberlangsungan hidup masyarakat pulau Kangean yang menggantungkan hidup pada laut dan lingkungan yang sehat, bukan pada janji-janji investasi yang mengorbankan ruang hidup.
3. Kembalikan kedaulatan atas tanah dan laut kepada masyarakat adat dan lokal, tidak ada proyek apapun yang boleh berjalan tanpa persetujuan bebas, didahulukan, dan diinformasikan (FPIC) dari masyarakat terdampak secara utuh dan bermartabat.
4. Mendesak pemerintah mencabut atau menolak izin eksplorasi/eksploitasi pertambangan migas di wilayah kepulauan Kangean (Blok Kangean Barat).
5. Mendesak pemerintah, khususnya KLHK dan ESDM, melakukan audit lingkungan dan sosial secara menyeluruh terhadap operasional Kangean Energy Indonesia (KEI).
6. DPR/DPRD dan pemerintah daerah menyatakan sikap resmi dan melindungi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai amanat konstitusi.
7. Mendesak Bupati Sumenep untuk menerbitkan intruksi tentang larangan pertambangan migas di pulau Kangean.
Tuntutan itu kemudian disetujui dan ditanda tangani oleh Camat Arjasa dan perwakilan dari PT Kangean Energy Indonesia (KEI) untuk dilanjutkan kepada pihak Pemerintah Kabupaten Sumenep.