PROBOLINGGO,- Musim panen tembakau yang semula diharapkan membawa senyum manis, kini justru berubah jadi kabar pahit bagi petani Kabupaten Probolinggo.
Ratusan petani di Kecamatan Paiton, Besuk, hingga Krejengan, harus menelan kerugian besar setelah tanaman tembakau mereka mendadak layu usai diguyur hujan deras dalam beberapa hari terakhir.
Tembakau memang dikenal rewel terhadap air berlebih. Alih-alih siap dipanen, daun-daunnya malah membusuk karena terlalu banyak menyerap air. Bahkan, tak sedikit lahan yang akhirnya tak bisa diselamatkan lagi.
Kamal (38), petani asal Desa Tanjung, Kecamatan Paiton, hanya bisa pasrah melihat tembakaunya rusak setelah berbulan-bulan dirawat.
“Tembakau ini saya tanam awal Juni. Targetnya panen akhir Agustus, tapi kena hujan deras beberapa hari terakhir langsung habis semua. Saya rugi belasan juta,” ujarnya saat di konfirmasi, Sabtu (23/8/2025).
Menurut Kamal, biaya produksi per hektare bisa mencapai Rp10-15 juta. Mulai dari olah tanah, beli bibit, pupuk, hingga perawatan harian. “Tahun lalu masih bagus dan harga juga oke. Sekarang malah gagal total,” tambahnya.
Nasib serupa dialami Suhari (49), petani asal Kecamatan Krejengan. Menurutnya, kerusakan tahun ini lebih parah dibanding sebelumnya.
“Biasanya kalau hujannya ringan masih bisa ditahan. Tapi sekarang deras, pas musim panen lagi. Sekali hujan saja bisa rusak, apalagi sampai tiga hari,” ucapnya.
Ia menuturkan, petani tembakau tak punya banyak cara untuk melindungi tanaman. “Kalau padi masih bisa dialihkan. Tembakau kalau sudah kena hujan saat daun tua, ya selesai,” katanya.
Kerusakan ini diperkirakan berimbas pada pasokan tembakau lokal. Daun dari Paiton dan Krejengan selama ini dikenal berkualitas dan jadi incaran pabrikan rokok. Namun karena banyak yang rusak, harga di tingkat petani anjlok.
“Kalau biasanya bisa Rp35.000-40.000 per kilo, sekarang paling Rp10.000-an. Itu pun karena daunnya sudah banyak yang rusak,” ujar seorang pengepul.
Di tengah kondisi ini, para petani berharap ada perhatian lebih dari pemerintah. Mulai dari bantuan nyata untuk menutup kerugian, hingga informasi prakiraan cuaca yang lebih cepat dan akurat.
“Kami butuh solusi, bukan cuma survei. Kalau tidak ada bantuan, musim tanam berikutnya bisa-bisa kami tidak sanggup beli bibit,” keluh Suhari.
Perubahan cuaca yang makin sulit ditebak memang jadi tantangan baru bagi petani. Tanpa dukungan serius berupa edukasi iklim, teknologi pertanian, dan perlindungan saat gagal panen, masa depan tembakau Probolinggo terancam meredup.