YOGYAKARTA,- Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI) Pengurus Cabang (PC) PMII Daerah Istimewa Yogyakarta memperingati Hari Lahir (Harlah) ke-58 dengan cara yang berbeda.
Mereka menggelar dialog publik dan bedah buku berjudul “Tumbuh Bergerak: Esai-Esai Perempuan di Tengah Krisis dan Transformasi” sekaligus meresmikan Lembaga Women Creativpreuner di Gedung DPRD Kota Yogyakarta, Sabtu (29/11/2025).
Buku yang ditulis secara kolektif oleh kader KOPRI DIY ini menjadi ruang refleksi atas realitas perempuan di tengah perubahan zaman. Isinya membahas ketahanan, identitas, dan peran perempuan dalam menghadapi berbagai bentuk krisis sosial, politik, maupun digital.
Acara dibuka dengan keynote speech Sekretaris Komisi D DPRD Kota Yogyakarta, Solihul Hadi, S.H., M.Kn. Ia menyampaikan apresiasi atas upaya intelektual KOPRI dalam mendorong literasi dan gerakan perempuan.
Menurutnya, perempuan masih rentan terhadap kriminalitas dan diskriminasi, sehingga perlu ruang pemberdayaan yang lebih nyata.
Solihul berharap peluncuran Lembaga Women Creativpreuner menjadi langkah strategis menuju kemandirian sosial dan ekonomi perempuan. “Dengan semangat kemandirian, perempuan dapat tampil lebih inovatif, inklusif, dan diakui secara sosial,” tuturnya.
Pada sesi bedah buku, hadir dua akademisi perempuan sebagai pembedah. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNU Yogyakarta, Dr. Mustaghfiroh Rahayu, S.Th.I., M.A. mengaku kagum dengan kedalaman referensi yang digunakan para penulis. Baginya, karya tersebut mencerminkan keseriusan intelektual kader muda KOPRI dalam memahami wacana feminisme.
Mustaghfiroh menyampaikan bahwa akses literasi hari ini jauh lebih terbuka dibanding generasinya. Ia menyebut upaya penulisan buku ini sebagai pencapaian besar dalam budaya intelektual perempuan muda yang terus berkembang.
Pembedah kedua, Peneliti ARI-NUS, Dr. Nor Ismah, memberikan analisis sosiologis terkait arah gerakan perempuan. Ia menyebut bahwa hadirnya buku ini menandai fase baru KOPRI sebagai gerakan berjejaring (networked movement), bukan hanya organisasi kader.
Menurutnya, KOPRI perlu memperkuat jejaring lintas komunitas dan menghadirkan advokasi yang lebih konsisten di ruang publik.
Ia juga mendorong kolaborasi dengan gerakan perempuan lain seperti Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) agar dampak gerakannya semakin luas.
Diskusi ditutup dengan pernyataan ideologis Ketua KOPRI PC PMII DIY, Safira Ahda Fadlina, S.Sos. Ia menegaskan bahwa perempuan hari ini berada pada titik krusial di tengah tantangan digital, kekerasan berbasis gender, dan ketimpangan representasi politik.
Safira menekankan bahwa gerakan perempuan harus tetap berpijak pada nilai sosial dan tradisi intelektual PMII.
“Perempuan bukan hanya objek wacana, tetapi subjek perubahan yang mampu membaca zaman, menggugat ketidakadilan, dan melahirkan gerakan yang lebih adil dan progresif,” tutupnya.***















