PROBOLINGGO,- Nasib petani tembakau di Kabupaten Probolinggo kian terancam menyusul diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
Regulasi baru ini dinilai merugikan petani dan pelaku usaha kecil-menengah di sektor tembakau, yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi lokal.
PP 28/2024 membawa sejumlah aturan ketat yang berbeda signifikan dari PP 109/2012. Di antaranya, kenaikan batas usia minimum pembeli produk tembakau dari semula 18 tahun menjadi 21 tahun, serta pengetatan aturan mengenai jarak dan lokasi penjualan produk tembakau.
Wakil Ketua Garda Bangsa Kabupaten Probolinggo, Muhammad Rifai, menilai kebijakan tersebut berpotensi mengancam keberlangsungan hidup jutaan petani, termasuk di wilayah Probolinggo yang dikenal sebagai salah satu sentra penghasil tembakau terbesar kedua di Jawa Timur.
“Ini bukan sekadar regulasi administratif. Ini soal keberlangsungan hidup petani dan UMKM. Di musim panen seperti sekarang, tembakau menjadi satu-satunya sumber penghasilan bagi banyak keluarga,” tegas Rifai dalam keterangannya, Jumat (20/6/2025).
Rifai menambahkan, penerapan aturan tanpa kajian yang matang bisa berdampak buruk terhadap permintaan pasar, yang berujung pada anjloknya harga jual tembakau di tingkat petani.
Lebih jauh, PP 28/2024 juga dinilai akan memukul industri tembakau alternatif yang sebagian besar digerakkan oleh UMKM lokal.
“Kalau ini dibiarkan, dampaknya tidak hanya pada petani, tetapi juga ekonomi daerah secara keseluruhan,” ujarnya.
Atas dasar itu, sejumlah elemen masyarakat, asosiasi petani, serta organisasi sipil mulai menyuarakan penolakan terhadap PP 28/2024.
Desakan agar pemerintah merevisi regulasi tersebut pun menguat. Bahkan, rencana untuk mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung tengah disiapkan, dengan harapan beberapa pasal yang dianggap merugikan rakyat kecil bisa dibatalkan.
Penolakan juga dipicu oleh dugaan minimnya partisipasi publik dalam proses penyusunan aturan. Banyak pihak menilai pembentukan PP tersebut sarat cacat prosedur dan kurang transparan.
Kini, sorotan publik pun tertuju pada sikap Pemerintah Kabupaten Probolinggo. Masyarakat menanti langkah nyata dari pemerintah daerah untuk membela para petani yang selama ini menjadi penggerak utama roda ekonomi pedesaan.
“Yang kami butuhkan hanya satu: perlindungan dan kepastian agar kami bisa terus hidup dari menanam tembakau,” ungkap seorang petani dari Kecamatan Pajarakan.
Dengan situasi yang kian mengkhawatirkan, para petani berharap agar pemerintah pusat dan daerah segera turun tangan dan tidak tinggal diam menghadapi kebijakan yang dinilai merugikan tersebut.