banner 728x90
banner 728x90
Ragam

Dikenal dengan Kemistikan, Berikut Lima Larangan Pada Malam 1 Suro yang Masih Jadi Kepercayaan

×

Dikenal dengan Kemistikan, Berikut Lima Larangan Pada Malam 1 Suro yang Masih Jadi Kepercayaan

Sebarkan artikel ini
Satu Suro dipercaya sebagai waktu sakral dan penuh energi spiritual, sehingga banyak larangan dan pantangan./ Istimewa

BOLINGGODOTCO,- Bagi masyarakat Jawa, pada malam 1 Suro atau 1 Muharram dalam kalender Hijriah bukan sekadar pergantian tahun Islam. Malam tersebut dipercaya sebagai waktu sakral dan penuh energi spiritual, sehingga banyak larangan dan pantangan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Jawa.

Makna Malam 1 Suro dalam Budaya Jawa

Dalam kepercayaan Jawa, malam 1 Suro adalah waktu menyepi, introspeksi diri, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Tradisi ini erat kaitannya dengan ajaran Kejawen dan sinkretisme antara nilai Islam, Hindu-Buddha, serta spiritualitas lokal.

1 Suro tahun ini jatuh pada Jumat, 27 Juni 2025, yang dimulai sejak Kamis malam (malam Jumat). Momentum ini dipandang sebagai malam yang mistis dan sakral, sehingga terdapat berbagai larangan yang dipercaya bisa membawa kesialan bila dilanggar.

Larangan yang Tidak Boleh Dilakukan pada 1 Suro

Berikut ini beberapa pantangan yang umum dijaga oleh masyarakat Jawa saat 1 Suro:

1. Tidak Menggelar Hajatan atau Pesta

Orang Jawa sangat menghindari menggelar pernikahan, khitanan, atau pesta besar lainnya di bulan Suro, terutama di hari pertama. Diyakini, bulan ini bukan waktu baik untuk bersuka cita karena merupakan waktu menyepi dan menghormati leluhur.

 

“Bulan Suro itu waktu untuk olah batin, bukan untuk kegembiraan duniawi,” ujar Budayawan Jawa, Ki Surono, dalam wawancaranya di kanal budaya tradisional (2021).

2. Tidak Keluar Malam Tanpa Tujuan Jelas

Keluar rumah malam hari, terutama tanpa tujuan penting, dianggap bisa mengundang marabahaya. Energi malam 1 Suro diyakini sangat kuat, sehingga lebih baik diisi dengan doa dan kontemplasi.

Baca Juga:  Pabrik Gula Pajarakan: Jejak Kejayaan dan Transformasi di Era Kolonial dan Jepang

3. Menghindari Konflik atau Pertengkaran

Bertengkar atau melontarkan ucapan kasar di malam Suro dianggap sebagai pembuka aura negatif sepanjang tahun. Masyarakat Jawa biasanya menjaga sikap dan ucapan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

4. Tidak Berpergian Jauh

Bepergian jauh, terutama di malam hari, dianggap riskan. Banyak orang tua Jawa melarang anak-anaknya melakukan perjalanan jarak jauh karena khawatir terjadi kecelakaan atau gangguan gaib.

5. Tidak Membersihkan Rumah Secara Besar-besaran

Membersihkan rumah secara total atau merenovasi besar-besaran pada malam 1 Suro dianggap bisa mengusik energi leluhur yang sedang “turun” ke bumi. Biasanya rumah hanya dibersihkan secara ringan atau dilakukan jauh sebelum malam Suro.

Tradisi yang Dilakukan sebagai Pengganti

Sebagai pengganti aktivitas duniawi, masyarakat Jawa melakukan berbagai ritual spiritual seperti:

  • Tapa bisu: berdiam diri tanpa berbicara sepanjang malam
  • Mandi kembang: menyucikan diri dengan air bunga
  • Ziarah ke makam leluhur
  • Kenduri atau doa bersama

Di Keraton Yogyakarta dan Surakarta, tradisi kirab pusaka menjadi bagian sakral malam Suro, sebagai simbol membersihkan dan merawat warisan spiritual.

Pantangan-pantangan yang berlaku pada 1 Suro bukan sekadar mitos, tapi bagian dari kearifan lokal yang mengajarkan masyarakat untuk lebih banyak merenung dan memulai tahun baru Islam dengan kebersihan hati dan jiwa.

Meski zaman terus berubah, nilai-nilai spiritual ini tetap hidup dan dijaga oleh masyarakat Jawa sebagai bentuk penghormatan terhadap budaya dan leluhur.